Rabu, 21 Januari 2009

Kepedulian Penggunaan Data


Data merupakan suatu bahan mentah dapat berupa informasi, dokumen, fakta-fakta dll yang akan diubah menjadi informasi yang berguna untuk pengguna dan digunakan sesuai dengan tujuannya.
Bangsa Indonesia semakin dipenuhi data aneh, pangkal silang pendapat,
ketidakpastian, dan mismanajemen. Data, secara umum, adalah representasi
fakta dari lapangan. Pepatah Inggris menyatakan, "facts are stronger than
words". Namun, banyak petinggi negeri ini yang merasa dirinya lebih kuat
daripada fakta. Polemik seru tentang keanehan data tentang penduduk miskin,
produk pertanian, konsumsi energi belum menemukan titik temu, kini
disambung dengan keanehan data spasial.

Dikatakan aneh kerena data spasial yang sudah dibangun oleh pemerintah
pusat dan daerah dengan biaya yang sangat besar ternyata tidak pernah
tuntas dan sulit diolah menjadi solusi praktis untuk memecahkan persoalan
rakyat luas. Keanehan dan buruknya data spasial daerah juga bisa
mendatangkan bencana di atas bencana. Bencana alam geologi seperti banjir,
kekeringan, dan tanah longsor yang seolah menjadi agenda tahunan negeri ini
mencuatkan gugatan terhadap eksistensi data spasial.

Hingga saat ini, pemerintah sudah banyak mengeluarkan dana dan menggerakkan
tenaga ahli untuk merancang bangun Infrastruktur Data Spasial Daerah
(IDSD). Namun, hasilnya masih belum bisa dipertanggungjawabkan secara
optimal bahkan tidak sedikit yang amburadul alias sia-sia. Pembangunan IDSD
juga telah menjelma menjadi projek aji mumpung.

Data spasial, secara sederhana, dapat diartikan sebagai data yang memiliki
referensi keruangan atau geografi. Setiap bagian dari data tersebut selain
memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga dapat memberikan informasi
mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu
ruang atau wilayah. Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta
merupakan bentuk atau cara penyajian data spasial yang paling ideal.

Pada saat ini, penggunaan data spasial semakin diperlukan untuk berbagai
keperluan seperti mitigasi bencana, pengembangan dan perencanaan wilayah,
penanganan kesehatan rakyat, proses bisnis, dan manajemen sumber daya.
Namun, masyarakat masih merasakan sulitnya mengakses dan minimnya informasi
mengenai keberadaan dan ketersediaan data spasial yang diperlukan.

Diseminasi atau penyebaran data spasial yang selama ini dilakukan dirasa
kurang mencukupi. Seharusnya, dengan perkembangan internet yang sangat
pesat memungkinkan penyedia jasa informasi spasial dapat menggunakan media
ini untuk penyebarluasan informasi data spasial.

Kemalasan dan ketidakmampuan pihak birokrasi untuk mencermati dan mendalami
hingga menemukan hal-hal penting dari data spasial existing semakin
melemahkan mitigasi bencana. Padahal dengan berbagai varian data spasial
dasar seperti land cover (peta tutupan lahan), Daerah Aliran Sungai (DAS),
kejadian banjir, kondisi curah hujan, batas administrasi, peta rupa-bumi,
sistem lahan, dan SRTM setidaknya hal itu sangat berguna bagi upaya
mitigasi yang akhirnya bisa meminimalkan risiko bencana geologi.

Begitu juga dengan data yang terkait dengan peta rawan banjir dan tanah
longsor keberadaannya belum terkonsolidasi dengan baik alias tercerai berai
di sejumlah instansi atau produser peta terkait. Mestinya pemda memberikan
kemudahan kepada publik untuk mengakses peta dasar maupun peta tematik yang
up to date dan bersifat GIS-Ready atau dengan format GIS (Geographic
Information System) yang bisa diunduh dengan mudah lewat internet. Sehingga
data-data dengan skala yang ideal itu bisa diolah oleh semua pihak hingga
memiliki nilai tambah, mendorong inovasi, dan bisa menjadi penyelesai
masalah di daerah. Nyatanya, hingga saat ini publik begitu sulit untuk
mengakses data-data seperti di atas. Ironisnya, banyak pejabat struktural
yang juga mengeluh tentang sulitnya mengonsolidasikan data spasial dari
instansi terkait. Bahkan, banyak pemda tidak mampu membangun IDSD karena
tingginya biaya akibat praktik percaloan atau komersialisasi data spasial.

Mestinya, instansi seperti Bakosurtanal yang berbagai survei-nya dibiayai
oleh rakyat tidak menjelma menjadi "pedagang peta" yang giat melayani
kepentingan investor. Seharusnya Bakorsurtanal dengan tulus melayani
kepentingan rakyat luas dan lembaga negara dengan berbagai menu aplikasi
yang segar, cepat, mudah, dan gratis. Seperti halnya layanan Google Earth
dan Google Maps kepada warga dunia dengan fitur yang sangat memesona.
Begitu juga dengan instansi lain seperti Departemen PU, BMG, Menristek, dan
lain-lain.

Pada saat ini, perkembangan teknologi GIS di dunia begitu pesat dan semakin
murah. Mestinya masalah teknis seperti sulitnya mengakses dan
mengonsolidasikan data spasial tidak perlu terjadi. Begitu juga dengan
masalah skala, resolusi, dan faktor interoperabilitas. Selama ini faktor
tersebut mempersulit transfer data. Yang dimaksud dengan interoperabilitas
adalah kemampuan perangkat lunak GIS untuk mengakses data dari sistem yang
berbeda yang dihubungkan melalui jaringan komputer lewat interface. Dalam
hal itu data geospasial secara fisik tidak perlu pindah dari satu sistem ke
sistem lain. Seluruh proses ini akan diatur oleh organisasi bernama The
Open GIS Consortium.

Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa keberadaan data spasial, baik pada
level nasional atau daerah, berada pada kondisi tidak lengkap dan kurang
teratur. Tidak lengkap dalam arti semua set data dasar belum tersedia
sesuai dengan keperluan. Teratur, artinya semua set data memiliki skala
atau resolusi yang homogen untuk setiap level penggunaan serta sistem
proyeksi atau koordinat yang seragam dan memenuhi standardisasi.

Maka, penting artinya menciptakan sistem pertukaran data spasial dan
memperbarui data secara bergotong-royong untuk mengurangi tingginya biaya
investasi. Ada empat komponen yang perlu diperhatikan dalam membangun IDSD,
yakni kerangka institusi, kelompok data dasar, standar teknis, dan jaringan
akses data.

Faktor skala peta yang sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan
(stakeholder) juga diperlukan. Misalnya pada tingkat skala wilayah
provinsi, skala 1:10.000 untuk data spasial dasar, dan skala 1:25.000 untuk
data spasial tematik. Dengan seringnya kejadian bencana banjir dan tanah
longsor sekarang ini, sangat dibutuhkan peta tematik dengan prioritas tema
kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, dan tata guna lahan. Hal itu
untuk memperkokoh upaya mitigasi bencana geologi agar korban jiwa dan harta
benda bisa diminimalkan.

Optimalisasi infrastruktur data spasial pada saat ini sebenarnya semakin
mudah dilakukan karena aplikasi untuk mendukungnya cukup banyak tersedia,
baik yang bersifat komersial maupun open source. Aplikasi open source (AOS)
di bidang sistem informasi geografi (GIS) dan penginderaan jauh (remote
sensing) dengan aplikasi pemetaan online semakin banyak digunakan untuk
berbagai keperluan. Salah satu AOS yang cukup popular adalah MapServer,
salah satu aplikasi pemetaan online (web GIS) yang dikembangkan oleh
Universitas Minnesota, NASA, dan Departemen Sumber Daya Alam Minnesota
(Minnesota Departement of Natural Resources) AS. MapServer merupakan
aplikasi open source yang dapat didistribusikan secara gratis.

Tidak ada komentar: